Sesuai dengan judulnya...Perjalanan
Pertama...Naah...perjalanan pertama ku itu ke Banda Aceh. Ceritanya ini
perjalanan dadakan, tanpa perencanaan, maunya jalan aja deh keluar kota, nyari
hiburan merilekskan otak yang udah mendidih karena kebayakan mikir kerjaan.
Cekidot yah kronologinya, biar gak pusing saya menceritakannya..Soanya saya ini
termasuk yang susah merangkai kata-kata...hihihihi
20 April 2011 12:00 Wib
Kebiasaan istirahat siang dihabiskan dengan mengerjakan
kerjaan, kebiasaan ini bukan karena saya dan teman 1 divisi (nana) orang yang
punya loyalitas di atas rata-rata , tapi karena kita lagi dikejar-kejar sama
yang namanya SPT Tahunan. Ini nih..kerjaan yang paling ribet, kalau anak
sekolah nih ya, ibaratnya mau ujian baru belajar, sama deh posisinya sama
bagian pajak, kalau udah mau SPT Tahunan kerjanya baru membabi buta gak kenal
waktu istirahat, hajar terus.
Berhubung otak udah merasa panas, dan susah lagi mikir kerjaan, eh yang keluar
pikiran liburan, spontan saya bilang ke Nana.."Yuk na ke Aceh, jalan-jalan
". Eits..partner kerjaku ini kok ya sama gilaknya sama saya, langsung
bilang "Ayook " . Jadilah sorenya itu kita langsung ke loket untuk
beli 2 (dua) tiket bus ke Aceh, waktu itu harga nya 160 ribu untuk bus yang
Full AC...Mantaap.
21 April 2011 16:00 Wib
Karena ini judulnya perjalanan yang dadakan, pulang kerja
langsung ngebut ke rumah, beres-beres baju. Nana sambil siap-siap packing
sekalian ngontak kakak nya yang ada di Aceh, untuk ngasih tau kalau ada 2 orang
yang udah hampir stress mau kabur dan meliburkan diri ke rumahnya.
Emang ya..kakanya Nana ini baiiik banget, kita berdua
diterima dengan sangat baik, bahkan udah di siapin agenda untuk jalan-jalan
disana, berhubung waktunya singkat makanya jadwal disana dipadet2 kan.
Khususnya buat saya nih, karena ini perjalanan pertama berkunjung ke Tanah
Rencong.
22 April 2011 07:00 Wib
Sepanjang perjalanan menuju Aceh gak usah diceritain
ya..soalnya begitu naik di dalam bus saya langsung atur posisi
TIDUR...Maklumlah saya mabuk perjalanan......hihihi
Setelah 8 jam perjalanan Medan-Banda Aceh, tepat jam 7 pagi kita nyampe di
terminal bus apalah ya namanya, saya lupa heheh.....Langsung dijemput ke rumah
kakaknya Nana.. Disana langsung mandi, sarapan dan gak pake istirahat meluncur
ke TKP pertama yaitu Masjid
Baiturahman.
Masjid Raya
Baiturrahman berada di pusat Kota Banda
Aceh. Ceritanya masjid ini dahulu merupakan masjid Kesultanan
Aceh. Sewaktu Belanda menyerang kota Banda Aceh pada tahun 1873, masjid
ini dibakar, kemudian pada tahun 1875 Belanda membangun kembali sebuah masjid
sebagai penggantinya.
Mesjid ini berkubah tunggal dan dapat diselesaikan pada tanggal 27 Desember
1883. Selanjutnya Mesjid ini diperluas menjadi 3 kubah pada tahun1935. Terakhir
diperluas lagi menjadi 5 kubah (1959-1968). Mesjid ini kemudian telah diperluas
dan saat ini memiliki 7 kubah.
Masjid ini merupakan salah satu masjid yang terindah di
Indonesia yang memiliki bentuk yang manis, ukiran yang menarik, halaman yang
luas dan terasa sangat sejuk apabila berada di dalam ruangan masjid tersebut.
Puas foto-foto di Masjid Baiturrahman lanjut ke destinasi
berikutnya yaitu Kapal Apung Lampulo.
Terletak di Jalan Gampong Tanjung Deah,Kampung Lampulo, Kecamatan Kuta Alam,
Banda Aceh . Situs ini masih dipertahankan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh
untuk mengenang Musibah besar Tsunami yang pernah melanda Kota Banda Aceh pada
tahun 2004 silam. Kapal ini terbawa Gelombang Tsunami dan terdampar di
perumahan penduduk di kawasan Gampong Lampulo Kecamatan Kuta Alam. Kapal
Lampulo adalah kapal nelayan yang sering digunakan oleh masyarakat Lampulo di
Banda Aceh untuk melaut. Kapal ini hanya salah satu dari dari kapal-kapal yang
terdampar sampai kedaratan pada saat terjadi bencana alam Tsunami beberapa
waktu lalu. Sampai saat ini keberadaan kapal ini tetap dipertahankan sebagai
obyek wisata untuk mengenang akan peristiwa Tsunami tersebut, dan dijadikan
salah satu situs untuk Peringatan Tsunami.
Kapal apung Lampulo yang terdampar terletak tidak jauh dari
pelabuhan perikanan, sekitar 1 Kilometer dari dermaga, untuk menuju ke lokasi
ini dapat menggunakan kendaraan pribadi ataupun menggunakan becak bermotor.
Tidak ada angkutan umum yang melintasi daerah ini. Jika ingin menggunakan becak
motor, dapat mencarinya di terminal bus atau di pasar Aceh yang berada di pusat
kota. Dengan tarif sekitar Rp 20.000,- maka kita akan diantar langsung menuju
situs kapal apung Lampulo ini dengan menggunakan becak bermotor.Waktu itu kita
menggunakan sepeda motor untuk akses menuju kesana, lumayan ya, menghemat.
Selanjutnya beralih ke Makam
Sultan Iskandar Muda.
Cerita sejarahnya dikit ya..jadi gak cuma tau tempatnya aja
tapi juga tau ceritanya ^_^ .
Sultan Iskandar Muda merupakan tokoh penting dalam sejarah Aceh. Aceh pernah
mengalami masa kejayaan, kala Sultan memerintah di Kerajaan Aceh Darussalam
pada tahun 1607-1636 ia mampu menempatkan kerajaan Islam Aceh di peringkat
kelima di antara kerajaan terbesar Islam di dunia pada abad ke 16. Saat itu
Banda Aceh yang merupakan pusat Kerajaan Aceh, menjadi kawasan bandar
perniagaan yang ramai karena berhubungan dagang dengan dunia internasional,
terutama kawasan Nusantara di mana Selat Malaka merupakan jalur lalu lintas
pelayaran kapal-kapal niaga asing untuk mengangkut hasil bumi Asia ke Eropa.
Beliau bisa bertindak adil, bahkan terhadap anak kandungnya.
Dikisahkan, Sultan memiliki dua orang putera/puteri. Salah satunya bernama
Meurah Pupok yang gemar pacuan kuda.Tetapi buruk laku , dia tertangkap basah
sedang berselingkuh dengan isteri orang. Yang menangkap sang suami, di rumahnya
sendiri pula. Sang suami mencabut rencong, ditusukkannya ke tubuh sang isteri
yang serong. Sang suami kemudian melaporkan langsung kepada Sultan, dan setelah
itu di depan rajanya sang suami kemudian berharakiri (bunuh diri). Sultan, yang
oleh rakyatnya dihormati sebagai raja bijaksana dan adil, jadi berang. Meurah
Pupok disusulnya di gelanggang pacuan kuda dan dipancungnya (dibunuh) sendiri
di depan umum. Maka timbullah ucapan kebanggaan orang Aceh: Adat bak Po
Temeuruhoom, Hukom bak Syiah Kuala. Adat dipelihara Sultan Iskandar Muda,
sedang pelaksanaan hukum atau agama di bawah pertimbangan Syiah Kuala. Murah
Pupok dikuburkan di kompleks pekuburan tentara Belanda yang terkenal dengan
nama "KerKhoff Peutjoet".
Taman Putroe Phang
Taman Putroe Phang adalah taman yang dibangun oleh Sultan
Iskandar Muda (1607-1636) atas permintaan Putroe Phang (Putri Kamaliah)
permaisuri Sultan Iskandar Muda yang berasal dari Kerajaan Pahang. Taman ini
dibangun karena Sultan sangat mencintai permaisurinya sehingga sang permaisuri
tidak kesepian bila di tinggal sultan menjalankan pemerintahan.
Di dalam Taman Putroe Phang terdapat Pintoe Khop merupakan pintu yang
menghubungkan antara istana (Meuligoe) dengan Taman Putroe Phang yang berbentuk
kubah. Pintoe Khop ini merupakan tempat beristirahat Putroe Phang, setelah
lelah berenang, letaknya tidak jauh dari Gunongan, disanalah dayang-dayang
membasuh rambut sang permaisuri, Disana juga terdapat kolam untuk sang
permaisuri keramas dan mandi bunga. Sebagai seorang permaisuri, Putroe Phang
memiliki kecakapan dan kebijaksanaan sehingga mahsyur di dalam masyarakat Aceh.
Dalam menyelesaikan sengketa hukum, masyarakat sering meminta pendapat beliau.
Akibat kebijaksanaan dan kecakapannya itulah, beliau menjadi rujukan dalam penyelesaian
masalah-masalah hukum.
Dalam Hadih Maja dijelaskan :
Adat bak Poteumeureuhom (adat dipegang oleh Sultan)Kanun bak Putroe Phang (kanun dipegang oleh Putroe Phang)Reusam bak Laksamana (reusam dipegang oleh Laksamana)Hukom ngon adat lagee dzat ngon sipheut (Hukum dan Adat seperti zat dan sifat, tidak terpisahkan)Hukom bak Syiah Kuala (hukum dipegang oleh Syiah Kuala)
Atas kerja sama yang baik antara Sultan dan Putroe Phang-lah kerajaan Aceh
Darussalam mencapai puncak keemasannya. Akibat kecerdasannya, Putroe Phang
menjadi istri sekaligus penasehat Sultan terbaik.
Rumah Cut Nyak
Dhien
Rumah ini adalah lokasi asli tempat tinggal pahlawan
nasional perempuan, Cut Nyak Dhien. Bangunan yang ada sekarang ini adalah hasil
replika dari bangunan yang asli karena yang asli telah dibakar hangus oleh
Belanda pada tahun 1896. Situs sejarah ini terletak di Jalan Cut Nyak Dhien,
desa Lampisang, kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar. Di rumah inilah dahulu Cut
Nyak Dhien berlindung dan menyusun strategi perang. Di rumah ini pula
orang-orang berlindung saat gelombang tsunami menerjang Aceh tahun 2004 silam.
Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat
beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku
Nanta Setia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan
Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat. Machmoed Sati mungkin datang ke
Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul
Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan
Minangkabau. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar.
Cut Nyak Dhien adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia
dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah
VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur
melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878
yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan
Belanda.
Bangunan berbentuk tabung ini adalah salah satu bagian yang
masih asli. Ini adalah sumur yang memang dibuat tinggi dan bibir sumur mencapai
lantai dua. Bibir sumur dibuat tinggi dengan tujuan agar tidak ada pihak musuh
(Belanda) yang bisa memasukkan racun ke dalam sumur tersebut.
Perjalanan selanjutnya menuju Pantai Lhoknga.
Pantai ini berada sekitar 15 menit arah Utara Kota Banda
Aceh .Pantai ini dikelilingi oleh pasir putih dan bebatuan, dimana ada banyak
sekali ikan kecil berwarna warni di sekitar pantai, karang - karang juga banyak
di sekitar bibir pantai, jadi hati-hati ya bisa melukai kaki.. Pada saat kesana
lokasi pantai masih gersang, belum terdapat banyak pepohonan , yang ada hanya
pondok-pondok dan warung penjaja jagung bakar.
Deburan ombak di pantai ini dahsyat banget, mungkin karena
merupakan bagian dari Samudera Hindia kali ya. Air yang jernih dan berwarna
biru benar-benar memukau saya. Belum lagi bukit-bukit batu di sepanjang pantai,
menambah keindahan pantai ini. Pemandangan di sepanjang perjalanan menuju ke
pantai ini nenakjubkan.
Berhubung waktu yang begitu singkat jadi di Pantai Lhoknga
cuma 30 menit aja, dipakai buat foto-foto dan main air.
Lanjut ke pantai yang berikutnya yaitu Pantai Lampuuk.
Pantai ini gak kalah bagusnya dengan pantai Lhoknga,
bedanya di Lampuuk ombaknya tidak terlalu kuat cenderung tenang, dan lokasinya
juga sejuk karena banyak pepohonan. Pantai lebih banyak di singgahi pengunjung
walaupun lokasinya agak jauh kedalam pemukiman. Warna pasirnya yang keemasan
semakin menambah daya tarik pantai ini. Pantai ini berjarak 20 Km dari pusat
Kota Banda Aceh dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi kurang
lebih selama 35 menit.
Sebelum
menuju ke Pantai Lampuuk, singgah di Jembatan yang sekilas pemandangannya
seperti lukisan. Kegiatannya ya biasalah ya...foto-foto terus...Hihihihih
Hari sudah menjelang sore, Kami melanjutkan perjalanan ke pantai berikutnya
yaitu Pantai Ulee Lheue, terletak di Kampung Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota
Banda Aceh dan pantai yang paling dekat dengan kota. Pantai ini cocok untuk menikmati
sunset, memikat banget pamandangannya yang bak lukisan alam berupa teluk yang
dihiasi barisan pegunungan di sebelah selatan serta pulau-pulau kecil di
kejauhan. Apalagi yang lagi pacaran, romantis banget deh suasananya, tapi gak
boleh ya...nanti di angkut sama polisi syariah...hihihi
Matahari
terbenam di pantai Ulee Lheu adalah momen yang dinanti-nanti. Sambil menyantap
jagung bakar dan menikmati sebotol minuman ringan di tepi pantai, kita bisa
menyaksikan matahari perlahan bersembunyi ke balik gunung di seberang lautan.
Disamping sebagai obyek wisata, di Ulee Lhue terdapat dermaga/pelabuhan kapal
yang menuju Pulau Weh (Sabang) atau gugusan pulau-pulau kecil di sekitar kota
Banda Aceh. Tak usah repot kalau ingin beribadah karena terdapat pula Mesjid
Baiturrahim Ulee Lheu yang merupakan satu-satunya bangunan dipinggir Pantai
Ulee Lheue yang berdiri kokoh pada saat Tsunami menerjang Kota Banda Aceh,
sementara bangunan lain yang berada di sekitarnya luluh lantak di hantam
Gelombang Tsunami pada hari minggu tanggal 24 Desember 2004.
Itu dia
kegiatan dihari pertama di Banda Aceh. Lokasi-lokasi yang saya datangi
bener-bener rekomended. Wajib di datangi ya... ^_^
Sumber :
id.wikipedia.org
yoshiewafa.blogspot.com
budaya-indonesia-sekarang.blogspot.com
bandaacehkotamadani.wordpress.com